Setajam-tajamnya pohon lidah buaya masih lebih tajam lidah ibu mertua," pepatah yang tidak jelas sumbernya ini (mungkin dari para menantu perempuan yang bermasalah dengan ibu mertuanya?) seolah membenarkan mitos tentang ibu mertua yang cenderung digambarkan sebagai sosok yang nyinyir terhadap menantu perempuannya. Gambaran serupa bisa dijumpai di sinetron-sinetron televisi. Maka ibu mertua yang judes, egois, sewenang-wenang, selalu ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga anaknya, seolah-olah menjadi gambaran yang memewakili sosok ibu mertua secara umum. Tetapi ini tidak semuanya benar, karena masih banyak ibu mertua yang berhati mulia dan memiliki hubungan baik dengan menantu perempuannya. Setiap pernikahan melahirkan hubungan kekerabatan yang disebut mushaharah. Maka di antara persiapan penting yang dibutuhkan untuk menjalani pernikahan adalah kesiapan diri untuk menerima dengan ikhlas keadaan calon pasangannya, dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Kemudian setelah itu yang tidak bisa diangggap remeh adalah kesiapan untuk menerima keadaan keluarganya terutama kedua orang tuanya dengan apa adanya. Karena harus disadari suka atau pun tidak, ketika kita menikahi pasangan kita, itu artinya kita membawa serta semua keluarganya untuk masuk dalam kehidupan kita. Di sinilah pentingnya memahami ketika menikah ternyata proses adaptasi bukan hanya kita lakukan terhadap suami tapi juga kepada ibu, ayah dan saudara-saudaranya. Menantu perempuan dan Ibu mertuaUmumnya, hubungan antara menantu laki-laki dengan ibu dan ayah mertuanya, tidak akan banyak muncul banyak masalah, begitu pula antara menantu perempuan dengan ayah mertua. Yang sering terjadi masalah adalah hubungan antara menantu perempuan dengan ibu mertuanya. Entah kenapa, kedua sosok ini sering digambarkan tidak bisa akur, sehingga bila ada seorang isteri yang menceritakan bila hubungannya dengan ibu mertuanya cukup harmonis, maka komentar yang muncul adalah, "Wah hebat, kasus langka!", tetapi jika diceritakan tentang menantu perempuan yang sering konflik dengan ibu mertuanya, maka komentar yang akan keluar adalah "Ah itu sih! Biasa". Yang menarik, kita tidak menemukan contoh tentang bagaimana seharusnya hubungan antara menantu perempuan dengan ibu mertuanya dari kisah isteri-isteri Rasullah SAW, karena beliau sudah yatim piatu sejak kecil. Begitu pula kasus-kasus tentang masalah hubungan mennatu perempuan dengan ibu mertuanya tidak ditemukan dalam kisah-kisah para sahabat Rasullah SAW. Hubungan antara menantu perempuan tidak termasuk yang dibahas secara khusus dalam kitab tentang pernikahan, oleh karena itu muncul masalah menantu perempuan dengan ibu mertuanya hanya terjadi pada masa-masa belakangan, yaitu manakala nilai-nilai ajaran Islam tentang pernikahan sudah tidak lagi dipahami. Kedudukan ibu mertuaSeorang perempuan bila belum menikah maka perwaliannya ada di tangan ayahnya, tapi bila sudah menikah maka perwaliannya ada di tangan suaminya. Inilah sebabnya kedudukan suami terhadap isterinya menjadi lebih tinggi, sehingga ukuran surga atau neraka yang akan diraih isteri tergantung pada bagaimana isteri memperlakukan suaminya. "Perhatikanlah perlakuanmu terhadap suamimu, karena sesungguhnya ia adalah surga dan nerakamu." (sabda Rasullah SAW kepada bibi dari Husain bin Muhshan yang diriwayatkan oleh Al Hakim). Hal serupa juga disebutkan dalam riwayat lain yang menjelaskan bahwa bagi seorang perempuan perintah suami harus dilebihdahulukan sebelum perintah orang tuanya. "Bila sang ibu memanggil anaknya dan sang suami memanggil isterinya, maka hendaklah si perempuan lebih mendahulukan panggilan suaminya." (Al Hadits). Bagaimana dengan laki-laki? Apakah setelah menikah laki-laki juga harus mendahulukan istrinya sebelum orang tuanya? Ternyata tidak demikian. Bagi laki-laki, sebelum atau sesudah menikah kewajibannya terhadap kedua orang tuanya tetap tidak berubah. Ingatlah kisah tentang sahabat Rasullah SAW yang bernama Alqomah. Dikisahkan bahwa ia sangat menderita dalam sakaratul mautnya, padahal ia seorang sahabat Rasullah SAW dan cukup terkenal dengan keshalihan dan ketakwaannya. Ketika Rasullah SAW melihat betapa beratnya Alqomah menjalani sakaratul maut, beliau menyuruh sahabat utnuk memanggil ibu Alqomah, ternyata penderitaan Alqomah yang teramat beratnya dalam menjalani sakaratul maut bukan disebabkan oleh kurangnya amal ibadahnya. Tetapi, disebabkan ketidakrelaan sang ibu melihat putranya lebih mengutamakan isterinya dari pada ibunya! Maka setelah sang ibu memaafkannya maka Alqomah pun wafat dengan husnul khatimah. Pelajaran yang dapat dipetik adalah bagi suami berhati-hatilah memperlakukan isteri, jangan sampai membuat ibu anda merasa tersingkir dan marah sehingga membuat amal ibadah anda tidak berdaya menghadapi terlukanya hati ibu anda. Dan bagi para istri, jangan menganggap remeh kedudukan ibu mertua anda, karena sampaikan kapan pun ibu mertua anda mempunyai hak penuh atas putranya! Karena itu, seorang istri yang cerdas seharusnya lebih berpikir untuk dapat merebut hati ibu mertua, sebab dengan begitu akan sekaligus mendapat cinta suami, darpada memikirkan masalah atau konflik dengan ibu mertua yang tidak ada habisnya. Beberapa cara merebut hati ibu mertua: 1. Berusahalah untuk dapat mencintai ibu mertua anda dengan tulus, seperti anda mencintai ibu anda sendiri. Percayalah dengan rasa cintai ini maka anda akan dapat memahami dan menerima keadaan ibu mertua anda. 2. Tutup mata anda untuk tidak melihat kekurangan ibu mertua anda, sebaliknya buka mata hati anda, agar dapat melihat kebaikan-kebaikannya. 3. Tunjukanlah pada mertua anda bahwa anda tidak akan merebut atau menggantikan kedudukan dirinya di hati putranya. Untuk itu jadikanlah ibu mertua anda sebagai pembimbing rumah tangga anda, terutama yang menyangkut kesukaan dan kebiasaan putranya. Meski anda tidak bisa menggunakan semua petuahnya, tetapi tunjukanlah bahwa anda sangat respek padanya.
Senin, 06 Juli 2009
Merebut Hati Ibu Mertua
Diposting oleh ary gondez
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar